Senin, 08 November 2010

Pertumbuhan 7 Persen 2010 Bukan Mustahil Namun Ambisius

Jakarta (ANTARA News - Rabu, 10 Juni 2009 00:10 WIB ) - Pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen pada 2010 bukan hal mustahil namun dinilai terlalu ambisius di tengah dampak krisis global yang belum sepenuhnya pulih.

"Yang disepakati di Komisi XI DPR untuk asumsi pertumbuhan ekonomi 2010 itu 5-6 persen, artinya kalau optimis akan mengarah ke 6 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar 7 persen bukan hal mustahil namun hal itu juga akan tergantung dari kondisi internal dan eksternal.

Di sisi internal kalau semua mesin pertumbuhan ekonomi sudah jalan, konsumsi, dan investasi bertambah kuat, maka bisa saja pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen.

"Juga bagaimana pengeluaran pemerintah termasuk stimulus fiskal, konsumsi masyarakat, supplay kebutuhan masyarakat bisa dijaga," katanya.

Sementara itu dari sisi eksternal, kata Rusman, harus dilihat apakah perekonomian dunia sudah pulih sepenuhnya.

"Salah satu mesin pertumbuhan ekonomi adalah ekspor, sehingga negara-negara pengimpor juga harus sudah pulih dulu, kalau negara-negara pengimpor belum sembuh, ya susah," katanya.

Menurut dia, yang juga perlu mendapat perhatian adalah apakah dampak krisis ekonomi global sudah mencapai puncaknya pada 2009 ini.

"Kalau 2009 ini sudah mencapai titik terendah maka lonjakan sedikit pun akan menjadi cukup tinggi," katanya.

Mengenai adanya anggapan jika pertumbuhan ekonomi 2010 hanya ditetapkan sebesar 5-6 persen maka pemerintah tidak melakukan apa-apa, Rusman mengatakan, pertumbuhan ekonomi merupakan gabungan dari berbagai komponen ekonomi.

"Itu merupakan resultance berbagai komponen ekonomi, dan tidak ada yang bisa menentukan faktor ekonomi yang sifatnya eksternal," katanya.

Komisi XI DPR dalam raker dengan pemerintah beberapa waktu lalu menyepakati asumsi pertumbuhan ekonomi 2010 sebesar 5-6 persen, namun dalam rapat Panitia Anggaran DPR muncul desakan agar asumsi pertumbuhan ekonomi dinaikkan menjadi 7 persen.

Untuk tahun 2009, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4-4,5 persen.

Sementara itu lembaga internasional seperti IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 hanya akan mencapai sekitar 2,5 persen sementara untuk 2010 sebesar 3,5 persen. Namun kemudian IMF merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi 2009 menjadi 3-4 persen.(*)



sumber : http://fastechindo.com/news.php?tag=N2008_29

Ekonomi Indonesia Tumbuh 6,2 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,2 persen apabila dibandingkan triwulan yang sama tahun 2009 (year on year). Pertumbuhan itu didukung ekspansi kredit perbankan. Menatap semester kedua, pemerintah yakin pertumbuhan ekonomi melebihi target. Dari 5,8 persen menjadi enam persen."Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester satu 2010 dibandingkan semester satu 2009 tumbuh 5,9 persen," kata Deputi Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Slamet Sutomo di kantor BPS, Jakarta, Kamis (5/8).Bila dibanding semester satu tahun lalu, ekonomi bertumbuh 5,9 persen. Jumlah itu didorong konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,5 persen. Pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto sebesar 7,9 persen, dan ekspor-impor yang masing-masing tumbuh 17,2 persen dan 20,1 persen.Tiga sektor yang tumbuh tertinggi yakni sektor pengangkutan dan komunikasi (5,0 persen), sektor industri, gas dan air bersih (4,8 persen), dan sektor jasa-jasa (3,7 persen). Sementara dalam hitungan setahunan (year on year) sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 12,9 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 9,6 persen dan sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,2 persen.Besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan kedua 2010 mencapai Rp1.572,4 triliun. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama Rp573,7 triliun.Struktur PDB triwulan kedua 2010, kata Slamet, masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Masing-masing berkontribusi sebesar 24,9 persen, 15,9 persen, dan 13,7 persen.Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono mengatakan ekspansi kredit perbankan ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester satu 2010 hingga 5,9 persen. "Pertumbuhan tersebut dipicu oleh ekspansi kredit perbankan yang mencapai 18 persen," ujarnya Kamis (5/8).Ekspansi pemberian kredit perbankan, kata Tony, akan lebih meningkat pada semester kedua. Diikuti ekspansi fiskal belanja pemerintah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, melebihi target yang ditetapkan 5,8 persen. "Diperkirakan semester dua ekspansi kredit akan lebih tinggi lagi, sekitar 20 persen," ujarnya.Menurut dia, perkiraan pertumbuhan pada semester kedua nanti akan sama dengan semester satu. Walau harus waspada terhadap pengaruh kenaikan tarif dasar listrik serta laju inflasi yang tinggi.Karena ekspansi kredit, untuk itu Tony optimistis dan memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2010 akan mencapai angka enam persen, lebih tinggi dari asumsi pemerintah. "Saya yakin keseluruhan 2010 pertumbuhan ekonomi kita bisa tembus angka enam persen, yang berarti lebih tinggi dari target pemerintah 5,8 persen," ujarnya.Sejurus dengan Tony, Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga yakin pertumbuhan ekonomi mencapai enam persen, melebihi target 5,8 persen."Kita optimistis laju pertumbuhan kita semester kedua akan dapat melampaui angka perkiraan 5,8. Kita akan tumbuh berkisar enam persen," kata Hatta di sela rapat kerja nasional di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (5/8).Meski krisis perekonomian di Eropa berpotensi memburuk, namun Hatta yakin kondisi tersebut tidak memengaruhi kondisi ekonomi di dalam negeri. Karena keterkaitan ekspor dan impor Indonesia terhadap negara-negara Eropa yang kena krisis seperti Portugal, Yunani dan Spanyol sangat kecil. "Share kita terhadap Eropa kurang 13 persen, terhadap negara tertentu yang terkena dampak krisis kurang dari 15 persen. Oleh karena itu, sejauh itu tidak memberi dampak pada ekspor kita," katanya. Widyasari/ Rizky Pohan


sumber :http://www.batukar.info/news/ekonomi-indonesia-tumbuh-62-persen

Pertumbuhan Ekonomi NTT Capai 4,8 Persen

KUPANG, POS KUPANG.Com -- Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Drs. Frans Lebu Raya, mengatakan, pertumbuhan ekonomi baru mencapai 4,8 persen dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebesar 5,25 persen.

Pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2009 dicapai Kabupaten Manggarai Timur yakni sebesar 6,14 persen, sementara pertumbuhan ekonomi terendah terjadi di Manggarai Barat sebesar 3,19 persen, kata Gubernur NTT Frans Lebu Raya, di Kupang, Selasa (17/8/2010).

Dia mengemukakan hal itu dalam pidato pada upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke-65 yang berlangsung di alun-alun rumah jabatan Gubernur NTT. Untuk mendapatan per kapita, dia mengatakan, tercatat Rp5,2 juta atau melampaui target RPJMD.

Dia mengatakan, PDRB per kapita tertinggi diraih Kota Kupang senilai Rp13,45 juta, sedangkan PDRB per kapita terendah di Kabupaten Sumba Barat Daya sebesar Rp3,03 juta.

Menurut dia, kontribusi kabupaten/kota terhadap pembentukan PDRB NTT tertinggi dari Kota Kupang sebesar 17,04 persen, sedangkan kontribusi terendah dari Kabupaten Sumba Tengah yakni hanya sebesar 1,09 persen.

Khusus untuk tingkat pengangguran, dia mengatakan, saat ini sebesar 3,98 persen atau lebih rendah dibanding tingkat pengangguran secara nasional sebesar empat persen.

Dalam hubungan dengan realisasi pendapatan daerah, Gubernur mengatakan, realisasi anggaran tahun 2010 sampai 30 Juni sebesar Rp578 miliar atau 57,22 persen dari target sebesar Rp1,1 triliun.

Dia mengharapkan pada akhir tahun, realisasi pendapatan mencapai 100 persen atau lebih. Untuk belanja daerah, dia mengatakan, tahun anggaran 2010 sebesar Rp1,174 triliun dan rencana belanja ini sampai 30 Juni telah terealisir sebesar Rp371 miliar.

Capaian ini merupakan akumulasi kontribusi dari berbagai sektor seperti pajak daerah, retribusi daerah baik jasa umum, jasa usaha maupun perizinan tertentu, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah.

Gubernur menambahkan, untuk mendukung stabilitas ekonomi di daerah ini, pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi yang saat ini sebesar 7,5 persen.

"Saya berharap agar kalangan perbankkan terus menerus memberikan dukungan yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi di daerah ini dengan sedapat mungkin menyalurkan kredit sebesar-besarnya kepada rakyat NTT," kata Lebu Raya.


http://www.pos-kupang.com/read/artikel/51690/pertumbuhan-ekonomi-ntt-capai-48-persen

INFLASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

Sebagai gejala historis maka tingkat inflasi di Indonesia lebih tinggi daripada di negara tetangga ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Mengapa? Dan Apakah ini menguntungkan kehidupan serta pembangunan ekonomi? Pada umumnya tidak. Kinerja ekonomi dan laju pertumbuhan PDB di Thailand dan Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia. Di Asia Tenggara Indonesia lebih mirip Filipina. Inflasi di Filipina juga lebih tinggi (sedikit) daripada di Thailand dan Malaysia, dan laju pertumbuhan ekonomi Filipina juga di bawah Thailand dan Malaysia.

Kinerja ekonomi mana lebih baik, di Indonesia atau di Filipina? Ini agak susah dijawab. Mungkin Filipina lebih baik sedikit. Filipina sesudah perang dunia kedua sudah mempunyai pendapatan per kapita yang lebih tinggi daripada kebanyakan negara ASEAN, akan tetapi sesudah itu di lampaui oleh Thailand dan Malaysia. Sekarang pendapatan orang di Filipina mungkin masih lebih tinggi sedikit daripada di Indonesia, akan tetapi perbedaannya tidak banyak. Filipina sering disebut “the sick man of Asia”, dan akar penyakitnya ada di struktur sosialnya. Tetapi struktur sosial di Indonesia lain daripada di Filipina, yang dikuasai oleh sekelompok tuan tanah yang besar, antara lain keluarga Presiden. Mungkin kelebihan di Malaysia dan Thailand (dibandingkan Indonesia) adalah peran unsur penduduk Tionghoanya di perekonomiannya lebih besar. Di Indonesia penduduk etnis Tionghoa juga menguasai ekonomi tetapi tidak punya pengaruh politik. Di Indonesia politik ada di tangan penduduk golongan pribumi yang mayoritas. Mungkin perbedaan ini menyebabkan kualitas politik ekonomi di Indonesia lain daripada di Thailand dan Malaysia. Maka mungkin juga akar inflasi yang tinggi ada di keadaan sosial-politik ini.

Golongan pribumi adalah mayoritas akan tetapi yang berpendapatannya lebih rendah, Salah suatu ciri orang miskin adalah punya nafsu mengkonsumsi lebih banyak dibandingkan pendapatan riilnya. Kalau masyarakat mau mengeluarkan uang lebih banyak daripada nilai produksinya maka harga-harga akan naik. Inilah sumber inflasi di Indonesia.

Inflasi di Indonesia di zaman Suharto pun lebih tinggi daripada di Malaysia dan Thailand, walaupun tingkat inflasi di zaman Suharto sudah jauh lebih rendah daripada di zaman Bung Karno. Itu akibat perubahan policy dari team ekonomi yang dikendalikan oleh Prof. Widjojo dan Ali Wardhana. Mereka berhasil mengurangi inflasi yang sebelumnya ratusan persen setahun dan merupakan runaway inflation. Senjatanmya adalah balanced budget, anggaran pemerintah yang berimbang. Rumus ini cukup berhasil.

Di zaman Orde Baru itu maka belum ada ketentuan bahwa Bank Indonesia mempunyai misi utama menjaga nilai rupiah, alias pengekangan inflasi. Baru setelah Reformasi tahun 1998 ketentuan demikian dituangkan dalam undang-undang yang menjaga independensi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Ini banyak membantu untuk mengurangi inflasi.

Apakah lalu kebijakan anggaran belanja pemerintah menjadi sumber inflasi? In prinsip, tidak. Karena prinsip anggaran belanja yang berimbang masih dipertahankan. Akan tetapi, dalam praktek ini belum merupakan jaminan. APBN yang meningkat, walaupun tetap berimbang, dampaknya inflator. Prinsip anggaran berimbang tidak boleh dipegang terlalu kaku. Misalnya, akhir tahun 2005 ada kelebihan penerimaan besar karena sebagian subsidi BBM dihapus. Jumlah ini lalu “dipaksakan” menjadi pengeluaran pemerintah atas nama anggaran yang berimbang. Policy demikian ikut meniup inflasi. Sebetulnya anggaran belanja pemerintah harus diperbolehkan mengumpulkan surplus yang dampaknya akan deflator.

Akan tetapi, selalu ada tekanan dari masyarakat agar pemerintah mengeluarkan uang lebih banyak untuk pembangunan, atau untuk membantu sektor pendidikan dan kesehatan. Di sinilah pemerintah terjebak “gejala orang miskin” yang selalu mau hidup di atas kemampuan penghasilannya.

Idée fix masyarakat adalah kalau pemerintah meningkatkan pengeluaranya untuk pembangunan maka laju pertumbuhan ekonomi akan naik. Ini salah pikir. Yang lebih menentukan tingkat laju pertumbuhan ekonomi adalah total investasi di masyarakat, termasuk dari swasta dalam dan luar negeri. Jumlah ini tidak akan optimal kalau iklim moneternya serba inflator, yang mengganggu stabilitas ekonomi dan menambah resiko.

Kemakmuran yang dibawa oleh inflasi adalah semu. Orang merasa lebih kaya oleh karena pegang uang lebih banyak. Akan tetapi nilai uang merosot sehingga akhirnya orang atau masyarakat itu menjadi lebih miskin.


Sumber : http://kolom.pacific.net.id/ind/prof_m._sadli/artikel_prof_m._sadli/inflasi_dan_pertumbuhan_ekonomi_di_indonesia.html

Semester 1 2010,Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,9%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama semester I-2010 tumbuh 5,9%. Hal ini dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II mencapai 6,2% (yoy) atau lebih tinggi dari triwulan I- 2010 yang hanya 5,7%. "Ini kabar gembira karena tumbuh bagus," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Slamet Sutomo dalam acara konferensi pers di kantor BPS, Kamis (5/8/2010).

Pada PDB triwulan II harga berlaku Rp 1572,4 triliun, atau naik dari PDB triwulan I-2010 Rp 1496,2 triliun. Ia mengatakan pertumbuhan yang tinggi sudah sejalan dengan revisi pertumbuhan ekonomi dunia. "Jika dilihat dari pertumbuhan q to q 2,8%, selama semester satu kita tumbuh 5,9%," katanya.

Faktor yang mendorong adalah peningkatan kinerja ekspor dan konsumsi masyarakat dan pemerintah ditopang oleh transportasi, telekomunikasi, hotel dan restoran, keuangan, dan real estate

sumber : http://seruu.com/ekonomi-dan-keuangan/semester-1-2010-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-59/itemid-689

Laju Inflasi di Jabar Naik Sekitar 0,10 %

Bandung- Laju inflasi di Jawa Barat pada bulan April ini diperkirakan naik di kisaran 0,08 % hingga 0,10 % (mtm). Atau secara tahunan meningkat yakni antara 3,3 % hingga 3,5 % (yoy), namun kondisi ini masih pada level terkendali. Sementara komiditas yang diduga akan menyumbangkan deflasi pada April adalah beras, minyak goreng dan gula pasir.
NERACA
“Di sisi lain komoditas yang mengalami inflasi adalah tomat sayur dan wortel,” demikian disampaikan Sekretaris Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat, Naek Tigor Sinaga, Selasa (27/4) di Gedung Bank Indonesia Bandung. Rapat Koordinasi FKPI kemarin dihadiri seluruh jajaran pemerintah dan dinas terkait Provinsi Jawa Barat.
Manager Penjualan dan Pemantau Distribusi pupuk Kujang Jawa Barat Dady Setiadi menjelaskan, stok pupuk bersubsidi di Jawa Barat mencukupi. Pemerintah pusat telah mengalokasikan pupuk bersubsidi lebih banyak dibandingkan kebutuhan petani di Jabar.
Realisasi distribusi pupuk bersubsidi hingga bulan Maret 2010 yakni pupuk jenis Urea dari rencana 900.000 ton terealiasi 179,295 ton (19,9 %), SP-36 dari 180.000 ton tersalurkan 29, 640 ton (16,5%), ZA 74, 027 ton terealiasi 14,710 ton (19,9%), NPK 294,934 ton terealiasi 78,305 ton (26.6%) dan pupuk Organik dari rencana 111,222 ton hanya terserap 4,069 ton (3,7%).
Mengenai adanya kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk petani sejauh ini belum merasakan dampaknya sebab baru sebagian kecil petani yang memasuki masa tanam.
Langkah yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mengantisipasi dampak kenaikan HET diantaranya dengan meningkatkan pengawasan distribusi pupuk subsidi melalui koordinasi dengan Polda serta Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) hingga tingkat kabupaten/kota.
“Upaya ini salah satunya sudah dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung,” kata Tigor.
Selain itu, tim juga melakukan pendataan industri seperti tekstil, alas kaki dan lem yang menggunakan pupuk. Mensosialisasikan penggunaan bagan warna daun untuk efesiensi penggunaan pupuk. Mendorong penggunaan pupuk organik oleh petani melalui pendistribusian APO (Alat Penglolah Pupuk Organik ) dan meningkatakan kerjasama dengan PT Pupuk Kujang terakit standarisasi pupuk organik.
Dampak TDL
Sementara itu Direktur Peneliti dan Pengaturan Perbankan BI Dr Halim Alamsyah ketika ditemui Neraca sesuai menjadi pembicara dalam seminar ”Research Contribution in Dynamic Business Environment” yang dilaksanakan Program Doktor Manajemen dan Bisnis (DMB) Universitas Padjadjaran (Unpad) di Hotel Hyatt Bandung, Jumat malam lalu mengatakan rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) oleh pemerintah diperkirakan bisa memicu inflasi hingga 5 %. Namun demikian kenaikan tersebut tidak berpengaruh banyak terhadap perekonomian Indonesia karena angka inflasi tahun ini masih di kisaran 5 plus minus 1 persen.
“Kalau kenaikan TDL rata-rata 15 % inflasi kita hanya akan terdorong di angka 1 % peningkatannya. Jadi menurut saya posisi ini masih aman,” katanya.
Menurut Halim, tekanan inflasi belum akan signifikan setidaknya pada semester I-2010. Perkembangan inflasi dalam dua bulan pertama 2010 masih tetap terjaga pada tingkat yang rendah. Hal ini tercermin pada perkembangan inflasi inti yang turun dari 4,43 persen (yoy) pada Januari 2010 menjadi 3,88 persen (yoy) pada Februari 2010.
Di bagian lain Halim mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan terus membaik. Indikator ini bisa dilihat dari pertumbuhan kredit perbankan yang juga menunjukan peningkatan. Pada Maret pertumbuhan kredit mencapai 13,2 %. Angka itu diprediksi terus meningkat hingga 17-20 % di bulan April ini.
“Dari bank-bank sendiri mereka lebih optimis dari BI yakni rata-rata memasang target antara 23-24 %. Memang ada juga yang memasang target di bawah itu,” lanjut Halim yang didampingi Director for Research of Banking and Financial Markets,Economic and Financial Studies for Indonesian Development (ECOFID), Aldrin Herwany.


sumber :http://www.neraca.co.id/2010/04/29/laju-inflasi-di-jabar-naik-sekitar-010/

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009 Tumbuh 4,4 Persen

Tahun lalu, Indonesia melaju mulus di tengah bayang-bayang resesi perekonomian global. Sepanjang 2009, perekonomian nasional diproyeksi tumbuh 4,3 – 4,4 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, 2009 bukanlah tahun yang mudah bagi perekonomian, mengingat dampak buruk krisis ekonomi global akhir 2008 masih mengancam. “Tapi Alhamdulillah, perekonomian bisa kita jaga dengan baik,” ujarnya di Kantor Menko Perekonomian akhir pekan lalu.

Hasil perhitungan final realisasi APBN-P 2009 menunjukkan, dengan didukung realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai triwulan III yang tumbuh 4,2 persen dan prediksi pencapaian pertumbuhan yang lebih tinggi di Triwulan IV, yakni sekitar 5,2 persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai 4,3 – 4,4 persen. Itu berarti masih dalam range target APBN-P 2009 yang sebesar 4,3 persen.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut, kata Sri Mulyani, memberi imbas positif yang dirasakan masyarakat, seperti peningkatan daya beli dan angka kemiskinan yang menurun. ”Itu semua disumbangkan oleh menurunnya inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah yang bahkan cenderung menguat,” katanya.

Tingkat inflasi pada 2009 memang tergolong landai. Bahkan hitungan Departemen Keuangan menunjukkan angka sekitar 3 persen, jauh lebih rendah dari angka yang dipatok dalam APBN-P 2009 sebesar 4,5 persen. ”Tingkat inflasi ini merupakan pencapaian terbaik dalam 10 tahun terakhir,” sebut Kepala Biro Humas Departemen Keuangan Harry Z. Soeratin dalam keterangan pers hasil penghitungan realisasi APBN. Sejalan dengan rendahnya tingkat inflasi, suku bunga SBI-3 bulan diupayakan Bank Indonesia terus menurun, sehingga realisasinya mencapai rata-rata 7,6 persen.

Selama 2009, nilai tukar Rupiah juga mengalami kecenderungan yang menguat, sehingga pada akhir tahun bertengger di posisi Rp 9.403 per USD, atau mencapai rata-rata Rp 10.408 per USD sepanjang 2009. Penguatan Rupiah itu didukung tingginya cadangan devisa yang mencapai USD 65,84 miliar per November 2009.

Sementara itu, beberapa asumsi makro lain seperti harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) diperkirakan ada pada posisi harga rata-rata USD 61,5 per barel. Sedangkan lifting atau produksi siap jual minyak mentah mencapai rata-rata 952 ribu barel per hari (BPH), yang berarti masih di bawah targetnya di APBN-P 2009 sebesar 960 ribu BPH.

Lalu, bagaimana dengan 2010? Menurut Sri Mulyani, baik pemerintah maupun swasta harus memanfaatkan performa positif ekonomi 2009 sebagai pijakan untuk mendorong ekonomi lebih maju di 2010. ”Jangan sampai prestasi ini disia-siakan,” ujarnya.

Sri Mulyani optimistis, jika momentum 2009 bisa dimanfaatkan secara optimal, maka akselerasi ekonomi 2010 bakal tercapai. Menurut dia, 2010 menjadi tantangan bersama untuk menggunakan seluruh sumber daya ekonomi dan instrumen untuk memperbaiki kesejahteraan. ”Langkahnya, dengan pembangunan infrastruktur serta penciptaan lapangan kerja,” katanya.


sumber : http://indocashregister.com/2010/01/04/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2009-tumbuh-44-persen/

Perubahan APBN Laju inflasi Berpotensi Melebihi Lima Persen

Asumsi Makro Masih Konservatif
Perubahan asumsi makro yang diajukan pemerintah terlalu konservatif mengingat ekonomi yang terakselerasi tahun ini. JAKAKTA - Asumsi makro baru yang akan diajukan pemerintah Halam Anggaran Pendapatan dan Belanda "Negara (APBN) 2010 dinilai masih terlalu konservasi Pasalnya, pergerakan ekonomi, laju inflasi, suku bunga, dan harga minyak cenderung bergerak lebih tinggi dibandingkan asumsi pemeriniah-

Demikiari dikemukakan pengamat ekonomi Indef Ahmad Eiani Yustika di Jakarta, Kamis 14 1). "Dalam kajian kami, asumsi makro rang lebih tepat dalam APBN 2010 adalah inflasi enam persen, harga minyak 85 dollar AS per barel, dan suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) nga bulan 73 persen." kata Erani Sebelumnya. pemerintah merencanakan perubahan asumsi makro APBN 2010.

Asumsi yang akan diubah adalah harga minyak dari 65 dollar AS per barel menjadi 80 dollar AS per barel, inflasi dari lima persen menjadi 5,5 persen, nilai tukar dari 10 ribu rupiah per dollar AS menjadi 9300 rupiah per dollar AS. dan suku bunga SBI nga bulan dari 63 persen menjadi 6.8 persen.

"Untuk asumsi kurs, kami sepakat dengan asumsi baru yang akan dikedepankan pemerintah. Tren penguatan rupiah sepertinya memang masih akan terus berlanjut." ujar Erani Namun untuk asumsi makro yang lain, lanjut Erani. pemerintah masih terialu konservatif "Asumsi makro harus didasarkan kepada pergerakan ekonomi yang terakselerasi pada tahun ini sehingga cenderung oi ct healed? kata dia.

Dengan begitu, tambah Erani. inflasi dan suku bunga akan cenderung mengalami kenaikan. Permintaan yang mulai pulih membual laju inflasi akan terakselerasi dan kemudian diikuti oleh suku bunga. Laju inflasi akan semakin tidak terkendali apabila harga pangan meningkat, sementara tidak ada perbaikan distribusi." papar dia.Sementara untuk harga minyak, menurut Erani diperkirakan bisa meningkat melebihi 80 dollar AS per barel Harga minyak akan meningkat karena demand di pasar global menggeliat. Ini masih ditambah dengan faktor spekulasi kata dia.
inflasi Melonjak

Anggota KomisiX] Andi Rahmat mengatakan asumsi makro dalam APBN 2010 memang sudah layak untuk direvisi "Dibandingkan dengan pembahasan pada tahun lalu, kondisi sudah jauh berbeda. Jadi memang sudah saatnya asumsi makro diubah." ujar dia.

Salah satu asumsi yang dinilai akan terlampaui, lanjut Andi adalah inflasi. Ke depan, laju inflasi memang berpotensi untuk mencapai lebih dari lima persen, sehingga asumsi harus diubah. Tekanan inflasi akan muncul lebih karena faktor agregat demand. Ada ekspektasi harga minyak dunia akan naik karena lonjakan permintaan. sehingga akan berpengaruh terhadap inflasi kata Andi

Meskipun terdapat tekanan, tambah Andi, diperkirakan laju inflasi 2010 ndak akan sepeni 2008 yang mencapai 11,06 persen. "Inflasi masih akan cukup terjaga sepanjang tidak ada perubahan kebijakan administered price, seperti harga BBM (bahan bakar minyak) atau tarif listrik." kata dia.

Sementara itu. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S Alisjah-bana mengatakan pemerintah masih mempertahankan asum -si pertumbuhan ekonomi 2010 pada besaran 53 persen." Kami masih menunggu angka resmi untuk pertumbuhan ekonomi 2009. Kalau sudah ada angka resmi, maka proyeksi pertum-
buhan ekonomi 2010 akan lebih jelas." kata dia.

Sementara. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Henawan mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2009 berkisar antara 43 - 4.4 persen. "Sehingga secara keseluruhan (penumbuhan) tahun 2009 akan berada pada posisi 4.2-4,4 persen. Realisasi itu mungkin yang akan terjadi * kata Rusman. Namun, kata dia. penghitungan realisasi pertumbuhan ekonomi masih dalam proses penghitungan oleh lemhaganya.kjta akan umumkan, pada 10 Februari, atau 40 hari setelah triwulanan selesai Itu pola yang kita terapkan," kata dia.
Pertumbuhan ekonomi triwulan 111-2009 tercatat 4.2 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi triwulan I dan II 2009 tercatat berturut-turut 4,4 persen dan 4,0 persen.


sumber : http://bataviase.co.id/detailberita-10519156.html

Sabtu, 06 November 2010

laju inflasi

(Vibiznews – Economy) – Inflasi di Indonesia untuk tahun 2010 ini diharapkan akan berada di atas level 6%. Memang Bank Indonesia sendiri telah menetapkan target inflasi pada kisaran 4 – 6% untuk tahun 2010 ini. Akan teatpi para analis memandang tercapainya inflasi di bawah 6% membutuhkan kerja ekstra keras dan kurang mencerminkan kondisi riil saat ini. (28/07)

Pada tahun 2009 lalu Bank Dunia memperkirakan bahwa tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2010 hanya akan mencapai level 5.4%, setelah pada tahun 2009 realisasi inflasi berada pada posisi 2.9%. Akan tetapi seiring dengan adanya kebijakan kenaikan tariff dasar listrik (TDL), tampaknya pemerintah harus terpaksa mengakui bahwa tingkat inflasi tersebut sulit untuk dicapai.

Tekanan Inflasi di Semester II Naik Imbas Kenaikan TDL dan Hari Raya
Kenaikan TDL yang secara resmi diberlakukan pada tanggal 1 Juli lalu telah menuai banyak pro dan kontra. Langkah pemerintah untuk mengurangi beban subsidi tampak ditanggapi dingin oleh masyarakat luas, baik pengguna perorangan maupun pengguna industri. Tujuan kenaikan TDL ini dimaksudkan untuk mengendalikan besaran subsidi listrik yang mencapai Rp 55.1 trilyun pada tahun 2010.

Pemerintah menyatakan bahwa kenaikan TDL sebesar rata-rata 10% mulai tanggal 1 Juli relative tidak terlalu berpengaruh terhadap inflasi. Bank Indonesia juga memperkirakan rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) mulai awal Juli 2010, tidak banyak mempengaruhi inflasi.

Menurut Deputi Gubernur BI, S.Budi Rochadi, jika TDL hanya dinaikkan untuk pelanggan golongan daya di atas 900 VA, inflasi hanya akan mengalami kenaikan sebesar 0.2%. Akan tetapi jika dinaikan secara keseluruhan, semua pelanggan dengan semua daya, maka diperkirakan inflasi naik sekitar 0.4%.

Di lain pihak masyarakat merasa di beratkan akibat kenaikan TDL ini. Menurut mereka kenaikan TDL akan memicu kenaikan kebutuhan pokok lain, sehingga meskipun porsi listrik terhadap perhitungan inflasi kecil, kenaikan harga barang pokok akibat efek domino kenaikan TDL akan menjadikan inflasi yang cukup besar.

Ekonom Indef, Ahmad Erani Yustika mengatakan, pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju inflasi dan ekspektasi masyarakat menyusul kenaikan TDL. Menurutnya yang tidak bisa dikontrol pemerintah itu, pemerintah manapun di dunia ini, adalah ekspektasi. Dan itu dalam jumlah yang signifikan.

Dalam simulasi sederhana, kenaikan TDL sebesar 10-15% itu hanya akan menaikkan inflasi sebesar 0.25%. Tapi yang tidak bisa diisolasi pemerintah itu adalah ekspektasi masyarakat dan dampaknya di sektor-sektor lain seperti bahan makanan.

Di samping kenaikan TDL yang ditegaskan memberatkan, dampak ini juga lebih terasa karena waktu penetapan kenaikan TDL ini bertepatan dengan jelang puasa. Seperti yang lazim terjadi, kenaikan bahan kebutuhan pokok jelang puasa dan lebaran merupakan sesuatu yang pasti. Kondisi ini tentunya akan menambah beban ekspektasi inflasi di tingkat masyarakat.

sumber :http://www.vibiznews.com/column/economy/2010/07/28/inflasi-indonesia-diperkirakan-capai-6-oleh-kenaikan-tdl-dan-jelang-puasalebaran

Laju Inflasi di Indonesia Naik 0.87 Persen

Laju inflasi di kawasan timur Indonesia mengalami peningkatan beberapa persen, saat ini mencapai lima persen. Kondisi ini disebabkan kenaikan harga bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Sementara kenaikan harga terpengaruh dari rencana kenaikan tarif dasar listrik pada triwulan III 2010.

Pimpinan Bank Indonesia Makassar Lambek A Siahaan melalui rilisnya siang ini menyebutkan, laju inflasi di Sulawesi Selatan naik dari 3,46 persen menjadi 5,00 persen. Secara umum di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua naik 3,51 persen menjadi 4,38 persen.

“Laju inflasi di Sulawesi, Maluku dan Papua pada triwulan II 2010 masih relatif terkendali meskipun terdapat kecendrungan meningkat dari triwulan sebelumnya, namun masih berada dibawah laju inflasi nasional yaitu sebesar 5,05 persen,” katanya.

Dia juga mengatakan, kinerja perbankan di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua menunjukkan pertumbuhan positif. Pada Mei 2010 mengalami pertumbuhan 13,91 persen, namun melambat dibandingkan bulan yang sama tahun lalu mencapai 20,36 persen. Terjadi pula pelambatan pertumbuhan dana pihak ketiga pada bulan Mei tahun ini dibandingkan tahun lalu dengan selisih sekitar empat persen.

“Ini karena kontraksi pada simpanan giro dan melambatnya pertumbuhan depositio,” ucap dia.

Terkhusus di Sulawesi Selatan, kata dia, pertumbuhan kredit relatif lebih baik, mencapai 19,06 persen di bulan Mei. Berbeda dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengalami perlambatan.

“Pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan tersebut didorong oleh kredit investasi yang meningkat cukup tajam yaitu sebesar 29,04 persen dan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 24,05 persen,” ungkapnya.

Melihat perkembangan tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur akan mengalami peningkatan 6,9 persen sampai 8,56 persen. Menurutnya, peningkatan konsumsi yang didukung kenaikan pendapatan masyarakat dan kegiatan invetasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini.

Sementara laju inflasi pada triwulan III nanti diperkirakan meningkat karena dipicu meningkatnya konsumsi di bulan Ramadan, hari raya, kenaikan tarif dasar listrik, dan realisasi program yang bersumber dari APBD. tempointeraktif.com


sumber : http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?option=com_content&view=article&id=7411:laju-inflasi-di-indonesia-timur-naik-087-persen&catid=35:ekonomi&It...

Laju Inflasi Indonesia Lebih Baik Dari Zimbabwe

perekonomian di Indonesia, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan laju inflasi di indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain.

Menurutnya inflasi Indonesia sampai 600% pernah terjadi dimasa Orde Lama. Pada tahun 2005 pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak dinaikkan saja. Inflasi menjadi 17 persen saja rakyat masih ngamuk.

“Di sini masih lebih baik tidak seperti di Zimbabwe yang saat ini inflasinya 7.000%, jadi duit itu beli bakso Rp 7.000 perak, jam 12 sudah jadi Rp 10.000," ujar Sri Mulayani yang juga Menteri Perekonomian dalam acara olimpiade APBN Tingkat SMA di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (5/8/2009).

Sebagai pemegang kuasa anggaran Negara, kata Sri Mulyani, terkait APBN, dirinya akan sangat ketat dalam melakukan seleksi dan menyetujui anggaran yang diajukan kementerian dan lembaga yang ada.

"Menyusun APBN secara prinsip sama dengan belanja. Mungkin karena menkeunya cewek mengerti dan senang belanja. Menteri pertanian bilang begini begitu kayak dampak el nino dibutuhkan anggaran lebih, Menteri ESDM minta subsidi, Menhub minta dibikin pelabuhan, seperti itu. Jadi mana yang bisa dipotong, yang bisa dirasionalkan," jelasnya.

Sebab menurutnya jika Menteri Keuangan tidak selektif dalam menyetujui anggaran kementerian dan lembaga maka defisit anggaran akan meningkat.

"Kalau (anggaran) tidak bisa (dipotong) ya kita harus defisit, artinya pinjam. Waktu zaman Pak Soekarno defisit sangat kronis. Pinjam-pinjam masih kurang maka suruh cetak duit. Karena BI tidak independen. Maka tinggal minta uang dicetak sebanyak-banyaknya, misalnya untuk bikin Monas kita cetak duit banyak," ujarnya.
(dtk/tim)

sumber :http://www.radar.co.id/berita/read/3831/2010/Laju-Inflasi-Indonesia-Lebih-Baik-Dari-Zimbabwe-

LAJU INFLASI DI INDONESIA LEBIH RENDAH

Jakarta, 23/06/2010 MoF (Fiscal) News - Laju inflasi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan yang dialami oleh negara-negara tetangga sejak petengahan 2009. Hal ini disampaikan Lead Economist World Bank’s Jakarta Shubham Chaudri dalam seminar bertajuk “Indonesian Economic Quarterly Report” yang digelar di Gedung Energy, Jakarta, pada Rabu (17/06) .

Shubham pun memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya inflasi di Indonesia. Solidnya pengaturan harga energi yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia, diakui Shubham membuat harga konsumen Indonesia tidak terpengaruh oleh melambungnya harga energi dunia pada awal tahun 2009. Selain itu, faktor pemulihan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil juga turut memiliki andil besar dalam menekan laju inflasi.

Namun, Shubham juga menjabarkan beberapa faktor yang berpotensi akan melambungkan inflasi Indonesia jelang tahun 2011. “Naiknya harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan menjadi penyebab utama,” papar Shubham. Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi yaitu naiknya tarif dasar listrik sebesar 10%. Seperti diketahui, pemerintah berencana akan mulai memberlakukan tarif dasar listrik yang baru mulai bulan Juli mendatang.(uno)

sumber: www.depkeu.go.id

LAJU INFLASI DI INDONESIA

lajuinflasi Indonesia pada tahun ini berpotensi menembus 6,5% karena terpicu lonjakan harga komoditas dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Chatib Basri mengonfirmasikan dalam 2 bulan pertama tahun ini laju inflasi sebenarnya sudah cukup tinggi. Dia melihat ada kecenderungan terus berlanjut dengan kisaran 6% sepanjang tahun.
Hal ini terkait dengan rencana penaikan TDL pada Juli yang diyakini memengaruhi harga barang, sehingga target inflasi pemerintah yang dipatok 5,5% sulit tercapai."Tapi kalau commodity price naik tinggi sekali, maka bisa pressure (inflasi) mendekati 7%. Tapi saya kira pada kisaran 6%-6,5%,"jelasnya dalam acara The JO" Annual Citi Indonesia Economic and Political Outlook 2010 kemarin.Namun, Chatib menilai hal ter-ebut bukan masalah besar mengingat sejarah inflasi Indonesia biasanya berada di kisaran yang lebih tinggi, yakni 8%-9%, kecuali Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter ketat. Kebijakan itu dapat mengurangi tekanan inflasi ke level 5,5% seperti yang diharapkan.
"Dugaan saya BI akan coba pertahankan BI Rate di kisaran 6,5%, tapi tentunya akan sangat bergantung pada tren inflasi. Makanya, pengelolaan ekspektasi inflasi menjadi sangat penting," tuturnya.Selain itu, lanjut dia, tekanan inflasi bisa terjadi karena terpengaruh pergerakan harga minyak dunia. Namun, imbuhnya, kompensasi penurunan juga bisa terjadi jika apresiasi rupiah terhadap dolar AS berlanjut terus.Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama mengakui laju inflasi dapat lebih tinggi dari 6%. Sementara itu, dia mengatakan perlunya mewaspadai dinamika ekonomi global dan regional, termasuk rencana penerapan kebijakan keluar dari krisis (exit strategy).
Menkeu memperkirakan banyak negara di dunia pada semester 11/2010 akan mengambil kebijakan itu sehingga membuat kapasitas APBN mereka berpotensi mengalami pembengkakan defisit anggaran.Sementara itu, dari sisi regional, dia memperingatkan stabilitas nilai tukar juga akan diuji mengingat tengah terjadi pertarungan antara dolar AS dengan renminbi China. Kedua jenis mata uang itu dinilai sedang mencari keseimbangan baru yang akan memberikan dampak ke global dan regional, termasuk ke Indonesia.
Kenaikan TDL
Dalam acara terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) melihat rencana pemerintah menaikkan TDL sebesar 15% pada Juli akan memberi tekanan inflasi tahunan 2009 sebesar 0,36%.Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan kenaikan TDL akan memberikan dampak inflasi langsung sekitar 2,4% yang jika dikalikan dengan besaran persentase kenaikannya (15%). Jadi, total tekanan inflasinya akan 0,36%.Namun, Rusman berharap dampak tak langsung dari efek ganda ekonomi akibat kenaikan TDL tidak menjadi liar. Pasalnya, kata dia, tidak semua sektor usaha memiliki komponen energi tinggi, sehingga seharusnya kenaikan TDL tidak direspons dengan kenaikan harga barang dan jasa secara besar-besaran.
Di satu sisi, dia mengisyaratkan ada potensi deflasi pada bulan ini seiring masuknya musim panen raya yang memicu penurunan harga sebagian besar ba-han pokok yang mendorong inflasi tinggi.Dia menginformasikan kecenderungan penurunan harga ba-han pokok dalam pekan pertama bulan ini. Meski belum kembali ke posisi harga pada tahun lalu, peluang terjadinya deflasi secara umum sangat terbuka jika tren itu berlangsung pada pekan terakhir Maret.Johanna Chua, Chief Asia Pacific Economist Citigroup Global Markets Asia, menilai rencana kenaikan TDL bukan ancaman bagi pengelolaan inflasi 2010.

Sumber : http://bataviase.co.id/node/136313